Memburu Bahagia Ala Imam Ghazali

0 Komentar




Oleh : Mega Saputra*

Dunia yang sedemikian kompleks telah berhasil melahirkan dahaga bahagia pada segenap diri manusia. Tuntutan pekerjaan, prasangka serta harapan orang lain kerap mencekoki alam pikir manusia hingga akhirnya lupa akan kapan dan bagaimana ia harus berbahagia. Jiwa dan raga yang telah lama disetir oleh duniawi kini membutuhakan rest area untuk rehat. Gimana? sudah kapok menjadi pribadi yang tak tenang karena tuntutan zaman ?. Pertanyaannya, sudahkah kenal kamu dengan dirimu sendiri ? baru setelah itu mari kita bicara siasat menjadi bahagia. When Imam Ghazali said , " Man arofa nafsahu, arofa robbahu " yang artinya siapa yang mengenal dirinya kenal Tuhannya. 

Teori sederhana Ghazali (bukan ghazali yesterday) adalah bagaimana manusia mampu mengerti dan mengenal dirinya sendiri. Jika ada tembok besar yang menghalangi dirimu untuk mengenal dirimu sejaktinya, maka mari runtuhkan sedikit demi sedikit, bertahap demi bertahap. Untuk membongkar tembok tersebut, kenali terbuat dari bahan apa tembok kokoh penghalang kebahagiaanmu itu. Tembok itu menurut Ghozali adalah hawa nafsu dan sifat kebinatangan manusia. 

Nafsu untuk menjadi idola, merasa benar sendiri, menjadi orang yang gila hormat, nafsu mengikuti trend zaman, memaksakan selera pizza di Mall padahal seleramu adalah sayur asem di rumah, dan nafsu, hasrat, ekspektasi, ambisi lainnya. Ghazali dalam kitabnya kimiya Al-sa'adah mencatat, mengenal jati dirimu adalah kunci kebahagiaan sejati. Maka mari kita belajar lagi siapa kita dan apa mau kita sejatinya, demi meraih bahagia itu sendiri. Bukankah baginda Nabi Muhammad pernah mengingatkan juga, bahwa ada perang yang lebih besar dari pada perang Badar, yaitu perang melawan hawa nafsu.

Teori cermin yang disampaikan Ghazali patut kita maknai dan renungi. jika dihadapan kita ada cermin, maka bayangkan nafsu, hasrat dan  maksiat digambarkan sebagai titik hitam yang setiap diperbuat menjadi titik hitam dan sedikit demi sedikit menutupi cermin hingga kita tak bisa melihat diri sendiri di cermin.

Saat manusia menyelami dirinya sendiri, dikedalaman sana ia akan bertemu dengan substansi Tuhan itu sendiri. Maka apabila telah Ku sempurnakan kejadiaanya dan Ku tiupkan kepadanya ruh-Ku (surah Shaad ayat 72). 

Memburu bahagia dengan mengenali diri sendiri yang autentik dapat dimulai dengan pertanyaan radikal nan komprehensif. Siapa aku ? mengapa aku terlahir ? darimana asalku lahir ? kemana aku akan kembali ? apa urgensiku harus terlahir di muka bumi ? apakah sekadar menyesaki populasi dunia atau menjadi apa dan siapa ?. 

Tenang, Insyaallah, anda bukan terlahir dari kondom yang bocor. Berbekal akal dan hati sebagai sebaik-baiknya bentuk, anda tentu memiliki peran dan tugas mulia.

Bagi Ghazali, untuk dapat bermuhasabah dalam mengenal diri sendiri mari kita waspadai syahwat dan amarah serta perbanyak dan perdalam ilmu. Ilmu adalah koentji, dengan ilmu yang terus dipelajari maka puncak keilmuan tersebut adalah makrifatullah. Dengan mengenal Allah sudahlah paripurna kebahagiaan manusia.

* Ayah purnawaktu hobby ngemil dan menghindari ngemall









 


 

0 Komentar